Searching Engine

Jumat, 15 Maret 2019

Satgas Hentikan 168 Kegiatan P2P Lending

Satgas Waspada Investasi menghentikan kegiatan 168 entitas yang diduga melakukan kegiatan usaha peer to peer (P2P) lending namun tidak terdaftar atau memiliki izin usaha dari otoritas jasa keuangan (OJK). Satgas juga menghentikan 47 entitas investasi ilegal yang berpotensi merugikan masyarakat.
“Berdasarkan pemeriksaan pada website dan aplikasi pada Google Playstore, Satgas Waspada Investasi kembali menghentikan kegiatan 168 entitas yang melanggar ketentuan OJK Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Penyelenggara Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (Fintech Peer-To-Peer Lending) yang berpotensi merugikan masyarakat,” kata Ketua Satgas Waspada Investasi, Tongam L Tobing.

Tongam menjelaskan, kegiatan 168 entitas ini diduga merupakan kejahatan finansial online atau daring yang melanggar peraturan perundang-undangan. Sampai saat ini, jumlah entitas yang diduga melakukan kegiatan finansial daring sebanyak 803 entitas yaitu 404 entitas pada periode 2018 dan 399 entitas pada Januari hingga Maret 2019.
Dikatakannya, penawaran investasi ilegal semakin mengkhawatirkan dan berbahaya bagi ekonomi masyarakat. Pelaku memanfaatkan kekurangpahaman sebagian anggota masyarakat terhadap investasi dengan menawarkan imbal hasil atau keuntungan yang tidak wajar. Kegiatan dan produk yang ditawarkan tidak berizin karena niat pelaku adalah untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dari masyarakat.

Satgas minta kepada masyarakat selalu berhati-hati dalam menggunakan dananya. Jangan sampai tergiur dengan iming-iming keuntungan yang tinggi tanpa melihat risiko yang akan diterima. Menurut Tongam, satgas secara berkesinambungan melakukan tindakan preventif berupa sosialisasi dan edukasi agar masyarakat terhindar dari kerugian investasi ilegal.

“Peran serta masyarakat sangat diperlukan, terutama untuk tidak menjadi peserta kegiatan entitas tersebut dan segera melaporkan apabila terdapat penawaran investasi yang tidak masuk akal. Penanganan yang dilakukan oleh Satgas Waspada Investasi ini tidak terlepas dari dukungan masyarakat yang telah menyampaikan laporan atau pengaduan,” katanya.

Satgas mengimbau masyarakat agar sebelum melakukan investasi untuk memastikan pihak yang menawarkan investasi tersebut memiliki perizinan dari otoritas yang berwenang sesuai dengan kegiatan usaha yang dijalankan. Selain itu, memastikan pihak yang menawarkan produk investasi, memiliki izin dalam menawarkan produk investasi atau tercatat sebagai mitra pemasar.

Serta memastikan jika terdapat pencantuman logo instansi atau lembaga pemerintah dalam media penawarannya telah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Informasi mengenai daftar perusahaan yang tidak memiliki izin dari otoritas berwenang dapat diakses melalui Investor Alert Portal pada www.sikapiuangmu.ojk.go.id. Jika menemukan tawaran investasi yang mencurigakan, masyarakat dapat menanyakan atau melaporkan kepada Kontak OJK 157, email konsumen@ojk.go.id atau waspadainvestasi@ojk.go.id.

Meski banyak yang dihentikan operasinya, nyatanya fintech cukup memberikan dampak ekonomi yang cukup. Hingga Januari 2019 akumulasi pinjaman tercatat Rp25,9 triliun, dengan total pinjaman Rp5,7 triliun, perusahaan terdaftar atau berizin 99 perusahaan, jumlah rekening lender (pemberi pinjaman) 267.496 dan jumlah rekening borrower (peminjam) 5.160.120 rekening.

Maka dari itu, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso berharap perkembangan industri finansial berbasis teknologi atau "Tekfin" yang sangat pesat bisa dimanfaatkan untuk kepentingan perekonomian nasional dan masyarakat, dengan tetap mengutamakan aspek perlidungan konsumen. Menurut dia, perkembangan "tekfin" atau yang akrab dikenal sebagai "fintech" seharusnya bisa memiliki banyak manfaat di Indonesia mengingat tingkat inklusi keuangan nasional yang masih rendah.

Dengan jumlah penduduk yang besar dan demografi penduduk yang tersebar, tingkat inklusi keuangan pada tahun 2016 sebesar 67,8 persen. "Perkembangan fintech adalah keniscayaan, untuk itu OJK mengarahkannya agar bermanfaat untuk perekonomian nasional dan kepentingan masyarakat luas serta mengutamakan perlindungan terhadap masyarakat," katanya.

Menurut hasil riset Bank Dunia, sebanyak 20 persen kenaikan inklusi keuangan melalui adopsi layanan keuangan digital akan menyediakan tambahan 1,7 juta pekerjaan, bahkan lebih di negara berkembang. Indonesia juga memiliki modal besar untuk mendukung perkembangan fintech yaitu jumlah masyarakat kelas menengah yang mencapai 45 juta orang, serta total pengguna internet yang mencapai 150 juta.

Untuk mendorong manfaat fintech, OJK telah menyediakan kerangka pengaturan dan pengawasan yang memberikan fleksibilitas ruang inovasi namun tanpa mengorbankan prinsip-prinsip transparan, akuntabilitas, responsibilitas, independensi dan fairness (TARIF). Fleksibilitas itu dilakukan antara lain melalui penyediaan payung hukum inovasi keuangan digital dan pengaturan per produk seperti layanan inovasi keuangan keuangan digital, layanan digital banking, peer to peer lending dan equity crowdfunding.

Wakaf Asuransi Syariah Punya Potensi Berkembang

Asosiasi Asuransi Syariah Indonesia (AASI) menilai wakaf asuransi syariah mempunyai potensi yang besar untuk berkembang di Indonesia. Pasalnya, Indonesia merupakan negara mayoritas muslim terbesar di dunia yang sudah tentu tidak asing lagi soal wakaf. Wakaf adalah bentuk kedermawanan dalam Islam yang memberikan manfaat berkelanjutan bagi masyarakat sehingga menjanjikan pahala yang tidak terputus.

“Potensi wakaf asuransi cukup besar, hal ini bisa dilihat dari minat masyarakat dalam berwakaf, khususnya untuk tanah dan bangunan, serta jumlah penduduk muslim terbesar,” ujar Ketua AASI Ahmad Sya’roni dalam keterangannya, di Jakarta, Rabu (13/3).

Wakaf Wasiat Polis Asuransi Syariah adalah adalah wakaf berupa polis asuransi syariah yang mana nilai investasinya dan atau manfaat asuransinya diwakafkan oleh tertanggung utama. Hanya saja dengan sepengetahuan ahli waris. Wakaf asuransi syariah bertujuan untuk pemanfaatan asuransi dengan berinvestasi melalui lembaga pengelola wakaf, yang nantinya memiliki hasil dan manfaat, kemudian manfaat tersebut dapat digunakan untuk kemaslahatan ummat.

Menurut Badan Wakaf Indonesia (BWI) potensi wakaf di Indonesia mencapai angka Rp180 triliun. Namun pada 2017, total penghimpunan dana wakaf baru mencapai Rp400 miliar. Sementara berdasarkan data Bank Indonesia, sektor sosial Islam yang mencakup sistem wakaf memiliki potensi sekitar Rp217 triliu, setara dengan 3,4 persen PDB Indonesia, sehingga dapat memainkan peran yang sangat penting untuk mempercepat pembangunan ekonomi dan mendukung stabilitas keuangan.
Menurut Sya’roni wakaf asuransi nantinya akan mengalami pertumbuhan yang baik dalam industri asuransi. Hal ini lantaran produk wakaf asuransi merupakan salah satu produk yang spesifik dan hanya berlaku di asuransi syariah. “Saat ini sudah ada beberapa perusahaan asuransi yang punya produk ini dan produk ini akan booming seiring pemahaman dan kesadaran masyarakat akan manfaat wakaf asuransi, paling tidak tiga tahun ke depan,” tuturnya.
Kendati demikian, Sya’roni mengakui, tingkat literasi dan pemahaman soal wakaf asuransi menjadi batu sandungan yang sulit dipecahkan bila tak ada kerja sama antara pelaku industri, regulator dan pihak terkait. Tingkat literasi wakaf masih rendah, secara umum hanya 8 persen, dan pemahamannya masih sebatas dengan adanya praktek yang terlihat di masyrakat.
“Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana mengedukasi masyarakat kita, bahwa ada wakaf tunai dan wakaf manfaat asuransi bukan cuma sekadar wakaf tanah dan bangunan. Jadi perlunya literasi dan edukasi ke masyarakat luas kalau adanya manfaat dan bentuk lain dari wakaf,” jelasnya.
Menanggapi potensi itu, Prudential Life Assurance pun meluncurkan Program Wakaf dari PRUsyariah yang menawarkan pilihan bagi nasabah dan calon nasabah dalam menyalurkan wakaf. Program ini memberikan solusi terhadap kebutuhan nasabah dalam melaksanakan wakaf dan membantu mereka mewujudkan kebajikan secara berkelanjutan.
Sharia, Government Relations and Community Investment Director Prudential Indonesia Nini Sumohandoyo, mengatakan, dalam menghadirkan produk ini, Prudential Indonesia bermitra dengan tiga lembaga wakaf atau nazhir yang terpercaya, yaitu Dompet Dhuafa, iWakaf dan Lembaga Wakaf Majelis Ulama Indonesia (LW-MUI). Nasabah dapat memilih nazhir di antara ketiga lembaga tersebut.

“Program ini mendukung nasabah yang sedang mencari solusi modern dan cerdas untuk menunaikan wakaf, sekaligus memastikan dirinya dan keluarganya memperoleh proteksi dan perencanaan investasi yang tepat. Program wakaf kami fokus kepada kemudahan nasabah dalam menyalurkan wakaf asuransinya. Program ini menjadi bagian dari komitmen kami untuk turut mengatasi tantangan sosial ekonomi Indonesia saat ini,” tambah Nini.

Adapun peluncuran wakaf asuransi syariah ini sesuai dengan Fatwa MUI No.106/DSN-MUI/X/2016 tentang Wakaf Manfaat Asuransi dan Manfaat Investasi pada Asuransi Jiwa Syariah, yang membolehkan masyarakat berwakaf dalam bentuk manfaat asuransi dan manfaat investasi dalam asuransi syariah.

Pengurus Pusat Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Irfan Syauqi Beik menjelaskan, secara hukum dasarnya, wakaf uang dan asuransi syariah memang dibolehkan. “Kalau melihat pembahasan di kitab-kitab, pendapat imam empat mahzab yang ada, dan pendapat majelis ulama yang kontemporer, itu semua berpendapat boleh, wakaf uang boleh, asuransi juga boleh. Jadi artinya ketika hal tersebut kita kombinasikan maka terbuka peluang bahwa ini sesuai dengan syariah karena secara hukum dasarnya wakaf uang, asuransi syariah ini boleh,” jelas Irfan.

Hanya saja, ketika keduanya dikombinasikan ada hal yang perlu diperhatikan agar dia tetap sah menjadi instrumen wakaf asuransi. Misalnya kalau dari sisi wakaf adalah pokok nilainya itu tidak boleh berkurang. Kemudian dari aspek asuransi syariah juga tidak boleh dilanggar seperti tidak boleh mengandung ghoror, atau nature/konsep investasinya harus yang syariah. “Jadi maksud saya, ketika ini dkombinasikan maka perhatikan jangan sampai ada rukun, syarat, atau hal mendasar dari konsep wakaf dan asuransi yang kemudian dilanggar. Itu harus dijaga,” tututpnya

Senin, 10 September 2018

Defisit Perdagangan China dan AS Kian Lebar

Surplus perdagangan China dengan Amerika Serikat melebar ke rekor pada bulan Agustus bahkan ketika pertumbuhan ekspor negara itu sedikit melambat.
Ini sebuah hasil yang dapat mendorong Presiden Donald Trump untuk menyalakan panas di Beijing dalam perselisihan perdagangan mereka.
Surplus sensitif politik mencapai $ 31,05 miliar pada bulan Agustus, naik dari US$28,09 miliar pada bulan Juli, data bea cukai menunjukkan pada hari Sabtu, melebihi rekor sebelumnya yang ditetapkan pada bulan Juni.
Selama delapan bulan pertama tahun ini, surplus China dengan pasar ekspor terbesarnya telah meningkat hampir 15 persen, menambah ketegangan dalam hubungan perdagangan antara dua ekonomi terbesar dunia.
Pertumbuhan ekspor tahunan Cina pada Agustus sedikit dimoderasi menjadi 9,8 persen, data menunjukkan, tingkat terlemah sejak Maret tetapi hanya sedikit di bawah tren baru-baru ini.
Angka itu merindukan perkiraan analis bahwa pengiriman dari eksportir terbesar di dunia akan naik 10,1 persen, melambat hanya sedikit dari 12,2 persen pada Juli.
Bahkan dengan tarif AS yang menargetkan $ 50 miliar ekspor Cina yang berlaku untuk bulan pertama mereka pada bulan Agustus, ekspor China ke Amerika Serikat masih dipercepat, tumbuh 13,2 persen dari tahun sebelumnya dari 11,2 persen pada bulan Juli.
"Masih ada dampak dari front-loading ekspor, tetapi alasan utama (untuk pertumbuhan ekspor yang masih solid) adalah pertumbuhan yang kuat dalam perekonomian AS," kata Zhang Yi, seorang ekonom di Zhonghai Shengrong Capital Management seperti mengutip cnbc.com.
Zhang mengatakan dampak dari tarif AS terhadap ekspor China kemungkinan akan terbatas selama beberapa bulan ke depan.
Impor China dari Amerika Serikat hanya tumbuh 2,7 persen pada Agustus, sebuah pelambatan dari 11,1 persen pada Juli.
Negara perdagangan terbesar di dunia ini memulai awal yang kuat tahun ini, tetapi prospek ekonominya terhambat oleh sengketa perdagangan AS yang meningkat pesat dan permintaan domestik yang semakin meningkat.
Trump menaikkan taruhan pada hari Jumat, memperingatkan dia siap untuk menampar tarif pada hampir semua impor Cina ke Amerika Serikat, mengancam tugas pada lain $ 267.000.000.000 barang di atas $ 200 miliar dalam impor prima untuk retribusi dalam beberapa hari mendatang.
Washington telah lama mengkritik surplus perdagangan China yang besar dengan Amerika Serikat dan telah menuntut Beijing mengurangi itu. Namun, perbedaan pendapat antara dua kekuatan ekonomi utama berjalan lebih dalam dari sekedar keseimbangan perdagangan dan ketegangan tetap melebihi batas pada akses perusahaan AS ke pasar China, perlindungan hak kekayaan intelektual, transfer teknologi, dan investasi.
Impor, pengukur utama dari kekuatan permintaan domestik China, tumbuh 20 persen, mengalahkan perkiraan. Analis memperkirakan pertumbuhan 18,7 persen, melambat dari bulan Juli yang mengejutkan tinggi 27,3 persen.
Itu mengakibatkan Cina membukukan surplus perdagangan keseluruhan yang lebih kecil sebesar $ 27,91 miliar untuk bulan itu. Analis memperkirakan surplus akan naik menjadi $ 31,79 miliar dari $ 28,05 miliar pada bulan Juli.
Surplus dengan Amerika Serikat lebih besar dari surplus bersih China untuk bulan ini, menunjukkan China akan mengalami defisit jika perdagangan dengan ekonomi terbesar dunia itu dikeluarkan.
Ekspor bertahan
Meskipun tidak ada yang memperkirakan tiba-tiba, pukulan tajam dari tarif AS, data ekspor resmi China secara mengejutkan telah bertahan sejauh ini, dengan pertumbuhan melebihi ekspektasi analis selama lima bulan berturut-turut.
Para pejabat Cina mengakui eksportir China telah bergegas keluar pengiriman untuk mengalahkan tarif baru AS, melambungkan pembacaan pertumbuhan utama, sementara beberapa perusahaan seperti pabrik baja melakukan diversifikasi dan menjual lebih banyak produk ke negara lain.
Ekonom telah mencatat bahwa gangguan dalam rantai pasokan cenderung lebih spesifik perusahaan, dan akan membutuhkan waktu untuk direfleksikan dalam data ekonomi yang luas dan laporan laba perusahaan.
Namun, bukti anekdot tentang meningkatnya kerusakan perdagangan di kedua sisi Pasifik sedang meningkat.
Survei manufaktur resmi dan swasta untuk China menunjukkan permintaan global untuk barang-barang Cina jelas berkurang, dengan pesanan ekspor menyusut selama berbulan-bulan berturut-turut.
"Risiko telah meningkat karena dampak negatif dari gesekan perdagangan Cina-AS. Dampak pada ekspor secara bertahap mulai muncul, dengan pertumbuhan ekspor di masa depan mungkin menurun," kata Liu Xuezhi, seorang analis di Bank of Communications.
Para pembuat kebijakan telah mengalihkan fokus mereka dalam beberapa bulan terakhir untuk memperbaiki kondisi kredit dan menopang kepercayaan bisnis.
Beijing meningkatkan belanja untuk proyek-proyek infrastruktur untuk memacu permintaan domestik dan bank sentral menekan biaya pinjaman dan bersandar pada bank komersial untuk melanjutkan pemberian pinjaman kepada perusahaan-perusahaan yang kesulitan yang terkena masalah perdagangan.
Tetapi langkah-langkah tersebut akan memakan waktu untuk menahan penurunan ekonomi, dan analis mengharapkan pemerintah untuk mengungkap langkah-langkah stimulus lebih lanjut jika kondisi bisnis terus memburuk.

Perusahaan Barang Konsumsi Rentan Terdampak Pelemahan Rupiah

Pelemahan nilai tukar rupiah rentan mempengaruhi kinerja sejumlah perusahaan barang-barang konsumsi (consumer goods). Depresiasi rupiah berpotensi mempengaruhi perusahaan baik dari sisi produksi akibat pembelian bahan baku yang semakin mahal dan berimbas pada kenaikan harga jual, maupun dari sisi kewajiban atau utang perusahaan dalam bentuk dolar.
Bahana Sekuritas mencatat, setidaknya ada sekitar lima faktor kunci yang mempengaruhi kinerja perusahaan berdasarkan pada kondisi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. 
Faktor pertama, terkait seberapa besar eksposur valuta asing bersih perusahaan yakni omzet yang dimiliki perusahaan dikurangi dengan beban biaya.
Faktor kedua yakni terkait  kemampuan perusahaan untuk menaikkan harga barang, faktor ketiga mengenai  jumlah hari persedian (inventory days);  keempat, fleksibilitas dalam memotong operational expenditure (opex) dan yang terakhir dengan melihat eksposur utang valuta asing perusahaan.
Dari faktor tersebut setidaknya ada tiga hal mendasar yang bisa dinilai untuk melihat fleksibilitas perusahaan dalam menyesuaikan harga barang. "Apakah barang tersebut adalah bahan kebutuhan utama, tingkat persaingan dan tersedianya barang penganti atau substitute goods di pasar dan yang terakhir bagaimana tingkat harganya barang itu sendiri,’’ tulis Analis Bahana Sekuritas Deidy Wijaya dalam risetnya sebagaimana yang dikutip Senin (9/10). 
Dengan melihat 5 faktor  ini dan berkaca pada histori depresiasi rupiah dimasa lalu,  Bahana sekuritas  menilai  perusahaan sektor konsumer cukup teruji terhadap pelemahan rupiah. Terlebih lagi, jika nilai tukar melemah secara gradual sehingga perusahaan memiliki waktu untuk melakukan penyesuaian harga secara perlahan. 
Namun demikian, tidak dipungkiri juga bahwa ada juga beberapa perusahaan konsumer yang rentan mengalami tekanan.
Dalam risetnya, Bahana menyebut PT Gudang Garam (GGRM), PT Hanjaya Mandala Sampoerna (HMSP) dan PT Mayora Indah Tbk (MYOR) merupakan tiga perusahaan sektor konsumer yang paling resilient terhadap pelemahan rupiah.
Alasannya,  Gudang Garam dan HM Sampoerna memiliki bahan baku mayoritas dari dalam negeri, sementara itu beban perusahaan yang paling besar adalah pembayaran cukai.  Sehingga jika nilai tukar rupiah melemah, kinerja kedua perusahaan rokok ini tidak terlalu terpengaruh.
Demikian juga halnya dengan Mayora yang  meskipun sebagian besar bahan baku terpengaruh oleh depresiasi rupiah, namun perusahaan makanan ini juga masih memiliki penjualan di pasar ekspor, sehingga beban biaya dalam dolar yang dikeluarkan bisa di offset dengan pendapatan dollar yang dihasilkan.
‘’Masyarakat akan lebih mementingkan kebutuhan untuk rokok dan makanan dibanding barang lain yg lebih bersifat diskresioner, inilah satu faktor yang menguntungkan bagi Gudang Garam, HM Sampoerna dan Mayora’’ papar Deidy.
Sementara itu, tiga perusahaan yang lebih sensitif terhadap pelemahan rupiah, di antaranya adalah PT Erajaya Swasembada (ERAA), PT Mitra Adiperkasa (MAPI) dan PT Ace Hardware (ACES).
Masalah yang dihadapi ketiga perusahaan, menurutnya  ini hampir sama yakni kurang diuntungkan saat nilai tukar terdepreasiasi karena porsi impor yang cukup besar,  ditambah perusahaan tidak memiliki banyak ruang untuk memotong opex karena tingkat variabel opex/revenue yg relatif kecil.
Ditambah lagi, ketiganya memiliki keterbatasan dalam menaikkan harga jual karena dikhawatirkan akan berpengaruh terhadap permintaan (jika harga dinaikan terlalu tinggi).  Sementara jika tak dinaikan akan mempengaruhi margin perusahaan bila rupiah terus terdepresiasi.
Dikonfirmasi secara terpisah, Corporate Secretary Ace Hardware Helen Tanzil menuturkan hingga saat ini pihaknya masih mengobeservasi dampak pelemahan rupiah terhadap dolar terhadap kinerja perusahaan. Di sisi lain, pihaknya juga belum  menaikan harga jual produknya untuk mengompensasi pelemahan nilai tukar.
"Kami belum menaikan harga dan masih mengobeservasi pergerakan dolar," ujarnya.
Dia pun menyebut bahwa kondisi pelemahan nilai tukar tak mempengaruhi rencana ekspansi perseroan untuk membuka sebanyak 15 gerai Ace Hardware di 2018.
Adapun Mitra Adiperkasa dan Erajaya belum merespon ketika dikonfirmasi Katadata.
Sementara itu, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) selama beberapa waktu terakhir terus memberi tekanan terhadap perolehan margin perusahaan makanan minuman, terutama pada perusahaan yang memiliki ketergantungan besar terhadap bahan baku impor. Margin perusahaan diakui banyak mengalami tekanan akibat biaya produksi yang terus meningkat tanpa mampu diimbangi dengan kenaikan harga jual.
Ketua Gabungan Pengusaha Makanan Minuman Indonesia (GAPMMI) menuturkan margin rata-rata perusahaan makanan minuman telah menyusut antara 3%-5%. Biaya produksi rata-rata perusahaan makanan minuman terus mengalami lonjakan. Menurutnya, saat ini banyak bahan baku industri makanan minuman yang mayoritas masih didapat melalui impor, seperti bahan baku industri terigu sebesar 100%, gula 80%, garam 70%, susu 80%, kedelai 70% dan jus buah 70%.
Namun, untuk menyiasati pelemahan nilai tukar rupiah terhadap kenaikan biaya produksi banyak perusahaan makanan minuman belum berani menaikan harga jual karena masih dibayangi kekhawatiran pelemahan daya beli.
Karenanya, beberapa produsen mulai menyiasati kenaikan biaya produksi dengan melakukan efisiensi seperti dengan menggunakan bahan baku alternatif, memodifikasi dari segi ukuran maupun kemasan.

Tiga Strategi Pertamina Hadapi Pelemahan Rupiah

PT Pertamina (Persero) menyiapkan sejumlah langkah menghadapi pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat. Tujuannya agar pelemahan Rupiah tidak mengganggu roda bisnis. Apalagi, perusahaan pelat merah ini masih melakukan impor yang sensitif terhadap dolar.

Direktur Pemasaran Retail Pertamina Mas'ud Khamid mengatakan langkah pertama adalah menjalankan program pencampuran minyak nabati atau sawit ke Bahan Bakar Minyak (BBM) sebesar 20% (B20). Ini akan mengurangi impor. "Paling tidak 20% dari volume solar itu yang harusnya tadi impor, nanti akan berkurang dengan menggunakan biodiesel," kata dia di Jakarta, Rabu (6/9).

Kedua, melakukan pembelian minyak jatah Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) di dalam negeri, agar impor berkurang. Selama ini Pertamina membeli minyak bagian negara untuk memenuhi kebutuhan BBM di dalam negeri.
Ketiga, efisiensi di sektor operasional seperti mengurangi penggunaan barang impor pada proses pembangunan proyek. Jadi, Pertamina akan meningkatkan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN).
Pertamina akan membuat daftar perusahaan dalam negeri yang bisa menunjang proyek-proyek Pertamina. Sejauh ini penggunaan komponen lokal Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di sektor energi ini sudah mencapai 50%. Kebutuhan Pertamina akan barang lokal seperti pipa, selama ini dipasok Krakatau Steel.
Tak semua proyek Pertamina juga butuh impor. Mas’ud mencontohkan beberapa proyek Pertamina yang sudah bisa didukung oleh TKDN diantaranya revitalisasi lahan, pembangunan pelabuhan/jetty, dan reparasi tangki penyimpanan.
Seperti diketahui, dalam beberapa hari terakhir, nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat alami gejolak. Bahkan, hampir menyentuh Rp 15.000 per US$.
Namun, pelemahan Rupiah ini tidak serta merta membuat Pertamina menunda sejumlah proyek strategis, misalnya proyek pembangunan tangki elpiji di Indonesia Timur. Menurut Mas'ud proyek tersebut akan tetap jalan lantaran kebutuhan akan elpiji di Timur sangat diperlukan.
Pertamina juga tidak akan menaikkan harga BBM di tengah melemahnya Rupiah. Tujuannya untuk menjaga daya beli masyarakat. Masúd mengatakan masyarakat dengan Upah Minimum Regional (UMR) sebesar Rp 2 juta per bulan tidak kuat untuk membeli BBM jika harganya naik.
Untuk itu Pertamina tidak menaikkan harga agar masyarakat menengah ke bawah tetap bisa mengakses BBM dengan harga yang terjangkau. "Kami ingin ikuti harga crude, tapi daya beli tidak kuat, karena ini kebutuhan primer. Jadi sampai hari ini Pertamina tidak naikkan harga BBM," kata Mas’ud.
Mas'ud pun menghimbau agar masyarakat menengah atas agar tidak membeli Premium. Ini karena sudah ada beberapa jenis BBM kualitas di atas Premium yang bisa dibeli masyarakat menengah ke atas, seperti Pertalite atau Pertamax.

Kenaikan Tarif Pajak Dinilai Tak Signifikan Menekan Impor

Kebijakan pemerintah terkait penyesuaian tarif Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 terhadap 1.147 barang konsumsi dari luar negeri dinilai tidak akan berdampak signifikan terhadap penurunan angka impor. Sebab, impor barang konsumsi saat ini hanya berkontribusi sekitar 9% terhadap total impor non migas Januari-Juli 2018 (year-to-date).
Ekonom Instute For Development of Economic and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adinegara mengatakan kebijakan pengendalian impor terhadap 1.147 barang konsumsi disebutnya sebagai kebijakan yang "malu-malu" atau kebijakan yang serba tanggung karena efeknya terhadap penerimaan negara tidak cukup besar dan penurunan desfisit neraca dagang juga tak signifikan. "Apalagi komoditas itu sebelumnya sudah banyak dikendalikan," kata dia.
Pengendalian impor akan berdampak siginifikan, menurutnya jika menyasar komoditas impor dari proyek infrastruktur pemerintah atau BUMN, baik yang sudah financial closing maupun belum.
"Jangan sampai impor bahan baku kecolongan di sana, khususnya besi baja. Sebab itu yang substansial, jika bisa dikurangi maka bisa menghemat dolar," ujar Bhima.
Pembatasan barang-barang impor kebutuhan infrastruktur satu sisi memang bisa menjadi pil pahit yang akan berdampak terhadap tertundanya proyek infrastruktur. Namun, jika hal itu sulit, opsi lain yang menurutnya bisa dilakukan misalnya dengan menaikan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) produk pada proyek infrastruktur pemerintah dari 30% menjadi dua kali lipat atau sekitar 60%-70%.
Menurut kajiannya, jika mengacu pada data Badan Pusat Statistik (BPS) Januari-Juli 2018 mesin tiga komponen yang terkait dengan dengan proyek infrastruktur khususnya pembangkit listrik berkontribusi cukup besar terhadap impor seperti, mesin dan pesawat mekanik US$ 15,2 miliar, mesin dan pewalatan listrik US$ 12,1 miliar dan besi baja US$ 5,6 miliar. Adapun total nilai impor ketiganya pada Januari-Juni 2018 mencapai sebesar US$ 32,9 miliar.
"Jika asumsinya tiga jenis impor tersebut bisa dihemat 30 %, devisa yang bisa diselamatkan US$ 9,8 miliar. Bahkan lebih besar dari penghematan B20 yang diklaim US$ 2,3 miliar atau nilai 1.147 komoditas impor per Januari-Agustus 2018 sebesar US$ 5 miliar," kata dia.
Meski kebijakan pembatasan impor terkesan darurat dilakukan untuk membantu pemulihan defisit transaksi berjalan dan nilai tukar rupiah, namun Bhima mencatat ada sejumlah kekhawatiran yang turut membayangi kebijakan pembatasan tersebut.
Misalnya, terkait potensi retaliasi dari negara pengimpor karena pasarnya terancam terhambat. Selain itu, pembatasan impor barang konsumsi juga ada kekhawatiran terkait dampaknya terhadap inflasi ataupun pemutusan hubungan kerja (phk) khususnya pada beberapa peretail atau distributor kecil karena harga barang menjadi mahal.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menerbitkan peraturan menteri terkait pembatasan impor sejumlah 1.147 barang konsumsi melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 110/PMK.010/2018. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pembatasan impor tersebut bertujuan memperbaiki defisit neraca perdagangan. Penerapannya berlaku efektif tujuh hari setelah peraturan ditandatangani pada Rabu (5/9).
"Kami mengidentifikasi barang-barang apa saja yang bisa kami kendalikan. Kami detilkan penelitian agar (pembatasan impor) tak pengaruh ke perekonomian," katanya, di Jakarta, Rabu (5/9).
Sementara Menteri Perindustrian Airlangga Hartato menyebutkan pengendalian impor menjadi momentum dan bentuk keberpihakan pemerintah guna memacu produktivitas dan daya saing industri nasional. Penerapan PPh 22 akan dibedakan berdasarkan sifat produk yang digunakan oleh industri hulu, antara, atau hilir dilakukan dengan mempertimbangkan ketersediaan produksi dan perkembangan industri nasional. “Prinsipnya, kalau belum diproduksi di dalam negeri, kami tidak utak-atik, seperti bahan baku untuk industri farmasi,” ujarnya, Jumat (7/9).
Adapun, hasil tinjauan terhadap penyesuaian tarif PPh Pasal 22 ini dilakukan melalui instrumen fiskal, yang mana sebanyak 210 item komoditas yang sebelumnya dikenakan tarif PPh 22 sebesar 7,5% naik menjadi 10% untuk barang mewah, termasuk mobil impor utuh (CBU) bermesin di atas 3.000 cc dan sepeda motor bermesin besar (di atas 500 cc).
Selanjutnya, 218 item dengan tarif PPh awal 2,5% naik menjadi 10%, meliputi barang konsumsi yang sebagian besar bisa diproduksi di dalam negeri, seperti barang elektronik, produk keperluan sehari-hari (sabun, sampo, dan kosmetik), serta peralatan masak dan dapur.
Sisanya, 719 item dari tarif PPh 22 yang 2,5% naik menjadi 7,5%, berupa barang yang digunakan dalam proses konsumsi dan keperluan lainnya. Contoh komoditasnya antara lain bahan bangunan (keramik), ban, peralatan elektronik audio-visual, dan produk tekstil.
Pengendalian keran impor dengan menaikan tarif PPh bukan pertama kali dilakukan pemerintah. Kebijakan serupa diterapkan pada 2013 melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 175/PMK.011/2013. Beleid ini merespons taper tantrum. Kala itu PPh Pasal 22 untuk 502 komoditas konsumsi naik dari 2,5% menjadi 7,5%.
Pada 2015, kebijakan tersebut berlanjut dengan dipayungi PMK Nomor 107/PMK.010/2015. Peraturan ini mengatur kenaikan PPh Pasal 22 atas 240 barang konsumsi dari 7,5% menjadi 10%. Ratusan komoditas tersebut merupakan produk yang PPNBM-nya (Pajak Penjualan atas Barang Mewah) dihapus.

Kenaikan Tarif PPh Impor Berpotensi Picu Lonjakan Harga

Upaya mengendalikan volume impor ribuan barang konsumsi harus dibarengi dengan penguatan daya saing produsen lokal. Tanpa peningkatkan kapasitas produksi industri domestik maka kebijakan ini hanya berpotensi memicu inflasi barang-barang impor ketika permintaan pasar tak kunjung berkurang.
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto menjelaskan, apabila tersedia barang-barang subtitusi impor di dalam negeri dengan harga lebih murah barulah pengendalian impor dapat berimbas positif kepada industri domestik.
"Masyarakat kita masih suka harga yang rendah," kata dia.
Pemerintah akan menaikkan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 untuk 1.090 dari total 1.147 barang konsumsi impor mulai pekan depan. Terdapat sekitar 57 item yang tarifnya tak berubah.
Kebijakan itu dipayungi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang Perubahan Rancangan PMK No. 34/PMK.010/2017 tentang Pemungutan PPh Pasal 22 sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain.
Nilai impor dari 1.147 barang konsumsi sepanjang tahun lalu mencapai US$ 6 miliar. Selama Januari - Agustus tahun ini tercatat sudah menembus US$ 5 miliar. Pemerintah menyatakan, penaikan tarif PPh 22 ini bisa menekan pertumbuhan impor setidaknya 2% (year on year).
Penaikan tarif pajak penghasilan dapat memengaruhi laju inflasi terutama imported inflation. Pada saat yang sama Indonesia membutuhkan kestabilan harga untuk menjaga kepercayaan investor di tengah dinamika perekonomian saat ini.
Eko berpendapat, tanpa usaha maksimal untuk meningkatkan kapasitas produksi industri dalam negeri maka impor barang konsumsi kemungkinan takkan susut plus imported inflation meningkat.
Dia menyatakan bahwa terdapat pebisnis yang akan tetap menjual produk impor meskipun harus mengkalkulasi ulang harga jual. "Kalau produknya masih laku maka mereka akan tetap menjual produk impor," ujar Eko.
Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo sempat mengutarakan bahwa bank sentral optimistis inflasi pada tahun ini, khususnya inflasi barang impor, terus terkendali. Salah satu argumennya ialah ekspektasi inflasi masih berjangkar secara baik.
Ekspektasi inflasi, di dalam beberapa survei, terjaga di dalam sasaran inflasi yaitu 2,5% - 4,5% untuk tahun ini maupun tahun depan.

Insentif
Guna meningkatkan gairah para produsen di dalam negeri, mereka perlu diberi rangsangan juga. Apabila barang impor tarif pajaknya dinaikkan maka perlu diberlakukan sebaliknya untuk produk lokal.
"Kasih insentif seperti penurunan tarif PPh. Jadi, produksi di dalam negeri meningkat, bahkan mendorong pengusaha mencari suplier besar untuk mendapatkan insentif itu," tutur Eko.
Namun, pemerintah sejauh ini belum berencana memberi insentif kepada pelaku industri dai dalam negeri. "Kita lihat saja dari menteri perindustrian, kalau memerlukan insentif tambahan," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.
Pada sisi lain, Indef juga menekankan pengawasan arus barang impor perlu diperketat guna mengantisipasi masuknya produk ilegal.